Olahraga Jantung di Gunung Puntang #3 : City Lights Sampai Lembah Kehijauan!

Lahan camp yang letaknya 20 menit dari puncak menjadi titik kami untuk mendirikan tenda. Tugas saya dan Michael adalah memasak mie, sedangkan Axel dan Andrew bertugas mendirikan tenda.

Sepanjang sore itu, kegiatan kami hanya : makan mie, bergelut dengan permainan kartu, memandangi senja dan menikmati city lights dan perbintangan di malam hari.

Begini-begini.

Saya harus jelaskan betapa megahnya kombinasi antara pemandangan lampu-lampu kota Bandung dengan konstelasi yang berkelap-kelip. Megah, meriah, di atas gunung yang sepi. Bagi saya, itulah ajang untuk tenggelam dalam perenungan diri dan menyadari betapa kecilnya kita sebagai manusia di tengah alam ini dan betapa megahnya alam ini.

Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Kami memutuskan masak mie dan bihun. Proses ini diiringi oleh banyak rombongan pendaki yang naik pada malam hari. Beberapa rombongan memutuskan mendirikan tenda di sebelah kami. Seenggaknya, kami nggak nenda sendirian...

Kenyang dan tanpa ruang. Begitulah kondisi perut kami yang tampaknya sudah lebih dulu ngantuk daripada kami. Tapi, kami memutuskan tidur saja, karena besok pagi akan summit attack pada subuh.
Jam delapan.

Summit attack tampak hampir gagal di depan mata. Kami bangun dan segera membereskan segala perlengkapan dan peralatan kami. Tapi, seseorang dari rombongan sebelah yang nenda bersama kami mengucapkan satu kalimat menggoda.

"Nggak ke puncak, dek?" (Dengan sound effect bergema)

Kami cuma menjawab "lihat nanti, kang" sambil tertawa sedikit maksa. Tapi, akhirnya kami buru-buru membereskan tenda dan segera mengambil perlengkapan seadanya untuk muncak. Perjalanan ke puncak berat, tapi nggak seberat perjalanan Argentina untuk lolos Piala Dunia. Masih didominasi bebatuan besar dan tanjakan yang curam. Sesampainya dekat puncak, kami menemukan banyak pendaki yang buka tenda sejak sehari sebelumnya. Kami berjalan menyusuri jalan setapak kecil yang membawa kami menuju puncak dan ini hasilnya...





Cantik. Apik.

Akhirnya kami menghabiskan waktu hampir sejam untuk foto-foto. Ekspektasi turun gunung jam 7, realita jam 9...

Puas foto-foto, kami memutuskan untuk turun! Akhirnya, turun!

Tapi, tidak segampang itu.

Comments

Popular Posts