Gunung Ciremai via Palutungan (Bagian 1) : Memulai Kembali

Liburan telah tiba!

Saya bersyukur sekali bisa mendapatkan waktu libur kuliah yang cukup panjang, yakni sekitar dua bulan. Waktu yang dapat diisi oleh berbagai kegiatan baru di luar pembelajaran kuliah. Salah satunya : naik gunung.

Sesungguhnya saya sudah berencana mendaki gunung sejak liburan lebaran. Waktu itu, saya berencana mendaki Gunung Gede bersama ayah dan dua orang teman saya. Namun, apa daya, rencana tersebut harus bubar jalan ketika kesehatan ibu, saudara, dan saya sendiri, turun drastis. Alhasil, saya harus melanjutkan kuliah sambil menunggu datangnya waktu libur kuliah.

Memasuki bulan Juli, saya mendapat saran dari atasan saya untuk mencoba ikut open trip. Saya pun mencoba mencari open trip yang saya rasa berkualitas di Instagram. Hanya dalam hitungan menit, saya menemukan satu open trip bernama Theater Adventure. Setelah melihat-lihat galeri perjalanan mereka, biaya, dan fasilitas yang ditawarkan, saya pun tertarik untuk mencobanya. Saya segera mengajak hampir sepuluh orang teman, namun persuasi yang saya lakukan hanya membuat satu orang tertarik. Sisanya? Ada yang bilang sedang tidak punya uang, sedang mengurus masa orientasi di kampus, dan banyak lainnya. Ayah saya? Ia masih sibuk bekerja dan pendakian ini tidak tergolong santai.

Sebab, untuk pendakian kali ini, saya memilih satu gunung yang cukup populer di kalangan para pendaki. Gunung yang satu ini merupakan gunung yang punya jejak sejarah cukup tinggi dan terkenal cukup angker. Jalur-jalur pendakiannya terkenal berat dan melelahkan. Dengan ketinggian 3.078 MDPL, gunung ini menyandang predikat sebagai gunung tertinggi di Jawa Barat.

Gunung itu dikenal sebagai Gunung Ciremai, dan jalur pendakian yang akan saya lalui adalah jalur Palutungan.

Namun, karena saya menggunakan jasa open trip, saya tidak perlu membawa begitu banyak perlengkapan dan perbekalan, yang mana ini akan sedikit meringankan beban saya. Selain itu, dengan menggunakan jasa open trip, saya bisa mendaki dengan orang-orang baru yang tentunya memberi pengalaman dan relasi baru.

Perjalanan dimulai dengan menggunakan transportasi online menuju meeting point di CFC Universitas Kristen Indonesia yang berlokasi di Cawang. Tiba pukul delapan malam, saya berdiri di depan restoran tersebut sembari mencari rekan serombongan saya. Tiga puluh menit kemudian, seorang lelaki bermuka santai dengan rambut yang gondrong datang menghampiri saya sembari menggendong carrier-nya. Ia adalah Bang Onoy (Mohon maklumi namanya, itu memang panggilannya...), leader pendakian saya yang bekerja untuk Theater Adventure. Berkenalan dan berbincang sebentar, saya memutuskan untuk mengisi perut sebentar karena perjalanan menuju Kuningan, Jawa Barat, akan memakan waktu cukup lama.

Setelah kelar isi perut, saya mendapati Bang Onoy berbicara dengan seseorang yang pada akhirnya saya ketahui bernama Bang Yoel, yang merupakan kawan Bang Onoy dan pada kesempatan ini, akan menjadi supir bagi rombongan kami. Satu per satu kawan baru saya mulai berdatangan, di antaranya, Bang Riki, Angel, dan Mbak Desi (Semuanya sudah bekerja dan saya satu-satunya mahasiswa). Sesaat setelah semua berkumpul, pukul setengah sepuluh, mobil mulai bergerak menuju Kuningan.

Pada saat itu, Bang Yoel memutuskan untuk melalui jalan alternatif dikarenakan Tol Cikampek, seperti yang sebagian besar kita ketahui, selalu macet. Perjalanan sebenarnya tergolong cepat, tetapi karena Bang Yoel kurang tidur, kami cukup sering berhenti di beberapa rest area dan masjid.

Akhirnya kami tiba di Kuningan pukul 06.30 pagi.


Situasi di Basecamp Palutungan saat cukup hidup namun tidak terlalu ramai, hanya ada sekitar 4 hingga 5 rombongan pendaki. Saya membuka pintu mobil dan mendapati tubuh saya bergetar hebat karena udara yang begitu dingin. Teh panas dan makanan hangat yang saya pesan di warung nasi mendingin hanya dalam tempo kurang dari 15 menit. Sembari makan, saya sesekali menengok ke belakang untuk melihat Gunung Ciremai. Ia berdiri dengan raganya yang megah dan menggoda, menunjukkan atmosfer yang begitu misterius.

Setelah kelar makan, Bang Onoy segera mengurus pendaftaran, sementara kami mempersiapkan diri masing-masing sebelum memulai pendakian. Tak lama, Bang Onoy kembali dengan tiket masuk dan peta jalur pendakian di tangan. Ia mengajak kami berkumpul, melakukan briefing sebentar, dan memulai perjalanan dengan doa.

Saat itulah, kami memulai kembali.

Comments

Popular Posts