Jadi Terkenal Itu (Nggak) Menyenangkan!

Selamat sore!

Di tengah kesibukan tugas kuliah, saya menyempatkan diri untuk menulis artikel-artikel baru, dan kesempatan itu baru ada sekarang.

Kali ini, saya mencoba membahas sebuah pemikiran yang kadang mengusik saya.

Popularitas. Terkenal. Fame.

Hingga akhirnya timbul satu pertanyaan : "Apakah menyenangkan untuk bisa jadi orang terkenal?"

Tidak.

Tidak sama sekali.

Saya membahas topik kali ini bukan karena saya orang yang terkenal, saya orang yang punya nama, ataupun saya orang yang karyanya berpengaruh. Saya membahas ini karena murni kegelisahan saya terhadap diri sendiri.

Biar saya ceritakan.

Sejak SD, saya selalu dicari-cari oleh banyak orang ketika tiba waktunya ada PR diberikan guru. Alhasil, setiap malam, dari jam 7 - 8.30 malam saya harus terus berkutat dengan telepon rumah yang dulu masih ada. Dengan gagang telepon di telinga, saya berdiri dan membuka buku-buku PR dari pelajaran yang bersangkutan dan berusaha untuk membantu teman-teman atas soal-soal yang sulit. Entah itu orang tua teman saya atau teman saya sendiri, setiap hari selalu saja ada yang menelepon. Jam-jam yang harusnya bisa saya pakai untuk istirahat, sedikit terenggut.

Beranjak ke SMP dan SMA, ketika era Line, BBM, dan WhatsApp meluas, saya harus berkutat dengan serbuan orang yang minta satu hal

"FOTOIN JAWABANNYA DONG"

"FOTOIN NO 1-10 DONG"

"MINTA JAWABANNYA"

Oke. Cukup.

Di masa-masa ini juga, saya dicari-cari oleh beberapa guru untuk ikut berbagai lomba dan kompetisi (Maaf bukan mau sombong). Alhasil saya terkadang harus ketinggalan pelajaran, minta informasi tugas atau PR yang terlewat karena lomba.

Begitu pula SMA dan kuliah.

Itulah siklus dan roda kehidupan saya selama ini. Sudah tahu, kan?

Itu pula yang akan saya pikirkan nantinya. Apakah saya harus berprestasi di kuliah, sehingga saya bisa memiliki karier yang baik, penghasilan yang paripurna, dan bisa dikenal banyak orang dimana-mana?


Bagi saya, populer adalah penderitaan, apalagi di era sekarang ini, yang kini saya sebut Era Serba Salah. Mau melakukan ini salah, mau melakukan itu salah, karena kehidupan kita kini hampir setengahnya ada dalam kendali komentar-komentar manusia dunia maya dengan segala kebenaran dan kedahsyatan diksinya. Dengan globalisasi yang terus menjadi nyata, transparansi kini jadi pembunuh utama privasi.

Populer itu penderitaan karena komentar orang lain akan membuat kita serba salah.

Populer itu penderitaan karena kita akan terus diburu oleh berbagai macam berita.

Populer itu penderitaan karena orang akan tergantung kepada kita.

Populer itu penderitaan karena kita tak lagi memiliki kebebasan.

Saya punya mimpi yang sederhana : Punya coffee shop, keluarga yang meditatif, rumah pribadi yang sederhana saja, bisa tetap menulis dan berkarya, bisa tetap naik gunung dan tidak mau punya mobil pribadi.

Yang terakhir tentu bikin bingung. Di tengah era dimana anak-anak masa kini ingin memiliki mobil pribadi, saya tidak. Loh kenapa? Dua alasan : Alasan lingkungan dan alasan kesehatan. Alasan lingkungan karena mobil menghasilkan polusi, alasan kesehatan karena naik sepeda lebih sehat dan menyenangkan di mata saya.

Tapi, kenapa manusia punya desire untuk bermimpi dan meraih kehidupan di level tertinggi - seperti kekayaan, popularitas, dan pengaruh? Karena itulah sistem dan budaya yang tercipta : Dunia hanya akan memberikan perhatian lebih, penghargaan, dan reward kepada mereka yang bisa menjadi besar dan punya. Sementara, manusia yang mengerjakan hal-hal sederhana dan kecil tak pernah dilihat dan dilirik, padahal beranjak dari hal-hal kecil itulah, hal-hal besar mampu untuk muncul ke permukaan.

Saya ingat saya pernah menonton wawancara khusus yang dilakukan salah satu stasiun TV ternama Indonesia dengan Dalai Lama. Pada permulaan wawancara, ia mengatakan :

"Pendidikan saat ini berorientasi kepada nilai-nilai material. Oleh karenanya, orang-orang yang mengenyam pendidikan saat ini tumbuh dengan budaya yang materialistis dan tidak mengedepankan nilai kehidupan."
Jadi, daripada menjadi terkenal dan punya kuasa, lebih baik menjadi berguna dan berpengaruh.

Terima kasih.

Salam Paripurna.

Comments

Popular Posts