Blog The Book #2 : Padang Bulan - Andrea Hirata
Beberapa bulan yang lalu, saya mendapati buku karya Andrea Hirata yang berjudul Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas. Awalnya memang tidak ada ketertarikan untuk membaca dwilogi tersebut. Tetapi, judul Padang Bulan menarik perhatian saya karena memberikan kesan yang sederhana namun penuh atmosfir.
Lagi-lagi, saya tidak salah memilih buku melalui judul.
Buku diawali oleh kisah Enong, seorang anak Belitung yang harus menjadi tulang punggung keluarga setelah sang ayah meninggal dalam sebuah kecelakaan di tempat penambangan timah. Ia harus menafkahi keluarganya dan terpaksa meninggalkan sekolah dan cita-citanya untuk bisa menguasai bahasa Inggris. Guliran kisah kemudian mengalami pergeseran di tengah novel, berpindah ke sudut pandang Ikal, tokoh utama tetralogi Laskar Pelangi, yang masih A Ling dengan bantuan seorang detektif swasta yang terlalu 'pintar', Detektif M. Nur. Karena perjuangan dan takdir, waktu mempertemukan mereka di satu titik yang membuat dua cerita anak asli Belitung itu menjadi satu benang merah yang sama : Saling support dan berjuang untuk meraih mimpi mereka masing-masing.
Andrea Hirata masih bermain-main di dalam comfort zone-nya, yaitu kisah perjuangan orang-orang asli Belitung demi mencapai mimpi dan cita-citanya. Teknik penulisannya masih tetap berakar pada gaya tulisan yang selama ini kita kenal dari Andrea : Tetap mempertahankan ciri khas Melayu dan elemen-elemen kebudayaan orang-orang Belitung.
Akan tetapi, bukan berarti Padang Bulan mengalami stagnasi di zona nyamannya. Meskipun pada beberapa titik, Padang Bulan sempat jatuh pada titik jenuh, saya rasa novel ini adalah sebuah upgrade bagi karier Andrea. Ada kejenakaan yang lebih merata di setiap bab dan deskripsi yang hiperbolik dan penuh emosi tentang kegilaan terhadap cita-cita dan perjuangan keras untuk hidup. Kita diajak bersimpati terhadap Ikal yang membangun berbagai rencana, mulai dari rencana utama hingga cadangan demi menandingi Zinar, pria tampan yang digosipkan akan menikah dengan A Ling.
Di dalam novel ini, Andrea juga menyajikan dialog-dialog yang unik, melalui surat yang diantarkan bolak-balik oleh burung peliharaan Detektif M. Nur, Jose Rizal. Dialog surat-menyurat ini juga menjadi salah satu sumber humor yang mampu menghidupkan novel ini. Di samping itu, patut kita cermati bahwa novel ini tetap menyelipkan puisi-puisi yang cantik dan bermakna, menjadikannya sebagai sumber emosi dalam novel ini.
KESIMPULAN :
Terkadang tidak perlu keluar dari zona nyaman. Cukup mengembangkan dan menambahkan unsur-unsur yang lebih menarik dari buku-buku sebelumnya, serta tetap mempertahankan sisi emosi dan perjuangan yang tetap khas tentang cinta dan mimpi, Padang Bulan sukses menarik minat kita lewat pembawaannya yang lebih jenaka dan emosional tanpa terkesan dramatis.
Lagi-lagi, saya tidak salah memilih buku melalui judul.
Buku diawali oleh kisah Enong, seorang anak Belitung yang harus menjadi tulang punggung keluarga setelah sang ayah meninggal dalam sebuah kecelakaan di tempat penambangan timah. Ia harus menafkahi keluarganya dan terpaksa meninggalkan sekolah dan cita-citanya untuk bisa menguasai bahasa Inggris. Guliran kisah kemudian mengalami pergeseran di tengah novel, berpindah ke sudut pandang Ikal, tokoh utama tetralogi Laskar Pelangi, yang masih A Ling dengan bantuan seorang detektif swasta yang terlalu 'pintar', Detektif M. Nur. Karena perjuangan dan takdir, waktu mempertemukan mereka di satu titik yang membuat dua cerita anak asli Belitung itu menjadi satu benang merah yang sama : Saling support dan berjuang untuk meraih mimpi mereka masing-masing.
Andrea Hirata masih bermain-main di dalam comfort zone-nya, yaitu kisah perjuangan orang-orang asli Belitung demi mencapai mimpi dan cita-citanya. Teknik penulisannya masih tetap berakar pada gaya tulisan yang selama ini kita kenal dari Andrea : Tetap mempertahankan ciri khas Melayu dan elemen-elemen kebudayaan orang-orang Belitung.
Akan tetapi, bukan berarti Padang Bulan mengalami stagnasi di zona nyamannya. Meskipun pada beberapa titik, Padang Bulan sempat jatuh pada titik jenuh, saya rasa novel ini adalah sebuah upgrade bagi karier Andrea. Ada kejenakaan yang lebih merata di setiap bab dan deskripsi yang hiperbolik dan penuh emosi tentang kegilaan terhadap cita-cita dan perjuangan keras untuk hidup. Kita diajak bersimpati terhadap Ikal yang membangun berbagai rencana, mulai dari rencana utama hingga cadangan demi menandingi Zinar, pria tampan yang digosipkan akan menikah dengan A Ling.
Di dalam novel ini, Andrea juga menyajikan dialog-dialog yang unik, melalui surat yang diantarkan bolak-balik oleh burung peliharaan Detektif M. Nur, Jose Rizal. Dialog surat-menyurat ini juga menjadi salah satu sumber humor yang mampu menghidupkan novel ini. Di samping itu, patut kita cermati bahwa novel ini tetap menyelipkan puisi-puisi yang cantik dan bermakna, menjadikannya sebagai sumber emosi dalam novel ini.
KESIMPULAN :
Terkadang tidak perlu keluar dari zona nyaman. Cukup mengembangkan dan menambahkan unsur-unsur yang lebih menarik dari buku-buku sebelumnya, serta tetap mempertahankan sisi emosi dan perjuangan yang tetap khas tentang cinta dan mimpi, Padang Bulan sukses menarik minat kita lewat pembawaannya yang lebih jenaka dan emosional tanpa terkesan dramatis.
Comments
Post a Comment