Edisi Spesial Kemerdekaan : Sebuah Observasi tentang Indonesia

Sebelum saya melanjutkan posting berikutnya ke artikel yang sudah saya berikan clue sebelumnya, saya ingin memberikan sedikit selipan di Hari Ulang Tahun ke-71 Republik Indonesia. Yap, inilah artikel khusus memperingati Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia!

Mari kita awali dulu dengan sebuah pertanyaan sederhana dan klise. Pertanyaan yang setiap tahun, seringkali kita atau bahkan orang lain tanyakan : "Apakah Indonesia sudah merdeka?"

Beranjak dari pertanyaan inilah, saya akan memberikan analisa dan pengamatan saya tentang Indonesia, sebuah bangsa yang sejatinya berpotensi mengejutkan bangsa lain, yang sayangnya, potensi tersebut tidak dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.

Dan inilah, sebuah observasi tentang Indonesia.

Menginjak usia 71 tahun, Indonesia masih dalam keadaan yang bagi saya, masih ironis. Di usia yang sesungguhnya sudah cukup bagi kita untuk melaksanakan pembangunan, Indonesia masih luntang-lantung. Kita berjalan lemah karena dijajah oleh, mirisnya, bangsa kita sendiri. Kita dijajah dan dikolonialisasi oleh manusia-manusia yang menjadikan materi sebagai Tuhan mereka, dan sengaja membutakan mata dan berpura-pura tuli terhadap masyarakat dibawahnya. Kita disingkirkan secara sadar oleh moral zero trust, perbuatan-perbuatan yang hanya membuat kita cukup membuat kita mengelus dada.

Para pemimpin bersih yang sejatinya minoritas, dihantam kritik yang tidak masuk akal, sindiran pedas, dan berbagai pembicaraan yang sama sekali tidak memberikan pemecahan masalah. Berkoar-koar dengan tajam, mengelak skandal dengan berbagai alasan. Apakah ini Indonesia yang merdeka? Inilah Indonesia yang dijajah manusianya sendiri.

Yang lebih ironis lagi, kemiskinan. 71 tahun adalah waktu yang seharusnya cukup bagi Indonesia untuk menciptakan manusia-manusia berpemikiran revolusioner yang mampu setidaknya menekan angka kemiskinan secara signifikan. Yang seharusnya dilakukan adalah bukan menurunkan harga pangan, tetapi menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kualitas dan berdaya saing tinggi, dan manusia itu sendiri harus memiliki kemauan untuk keluar dari zona kemiskinan sehingga memiliki perekonomian yang tangguh. Saya bukannya tidak menyukai kebijakan penurunan harga pangan, akan tetapi jika kita tidak mau berusaha untuk memiliki perekonomian yang baik, harga pangan akan tetap mahal. Harga pangan boleh diturunkan, namun tidak lupa, untuk mendapatkan sesuatu barang pemenuhan kebutuhan, kita harus mengorbankan diri untuk bekerja keras dan cerdas.

Indonesia belum bisa terbebas dari yang namanya kekacauan mental. Agen-agen perubahan kita, para remaja yang akan melanjutkan sejarah bangsa, mengalami distorsi kepribadian dan kebiasaan. Kita mengenal para pemuda dulu adalah pemuda yang bekerja habis-habisan tanpa teknologi yang canggih. Kini, kemudahan akses informasi, lancarnya komunikasi tanpa batas, dan teknologi yang telah melampaui manusia, telah memperbudak para remaja kita menjadi remaja yang malas, berbudaya mencontek, individualistis, pengecut, dan tukang kritik tanpa solusi. Seharusnya, mereka sendirilah yang menguasai teknologi, bukan sebaliknya. Saya tidak mengatakan teknologi adalah kemajuan yang buruk, akan tetapi ia akan jadi buruk, jika manusia sendiri tergoda untuk tenggelam di dalamnya, bukannya mengendalikan dorongan tadi menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Saya dapat mengatakan, bahwa Indonesia adalah negeri yang sesungguhnya tak pantas bagi para pahlawan dan pejuang kemerdekaan. Sebab mereka terlupakan, terbuang, dan hanya diingat ketika mata para pemuda menyisir pelan buku Sejarah mereka di sekolah. Perjuangan mereka jarang sekali dimaknai sungguh-sungguh. 

Apa yang saya harapkan bagi para pembaca artikel ini adalah agar kita terus mengingat dan mempelajari perjuangan mereka yang telah membebaskan bumi Merah Putih dari kolonialisme. Kita juga harus sadar, Republik Merah Putih masih jauh dari apa yang kita harapkan. Kita masih tertinggal, kita masih perlu melipatgandakan kinerja kita dengan pemikiran yang kreatif, cerdas, dan out of the box. Sesungguhnya kita memiliki mutiara-mutiara terpendam yang kelak akan membuka jalan bagi bangsa ini untuk lebih disegani oleh setiap sudut dunia.

Seluruh kemerdekaan berasal dari kita sendiri. Kita boleh berteriak tak karuan di bawah terik mentari. Kita boleh menyelipkan sedikit kritik di kolom komentar media sosial. Tapi, akan ada baiknya, jika perwujudan ucapan itu kita realisasikan secara nyata dan tanpa kehampaan. Pemerintah hanyalah sarana, tapi yang mewujudkan kemerdekaan itu sendiri adalah manusia yang hidup di tanah airnya.

Dirgahayu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke-71! Tuhan memberkati Indonesia, Tuhan memberkati seluruh pemimpinnya! Tuhan memberkati kita semua!

Salam Merdeka!

"Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak, kenang-kenanglah kami. Menjaga Bung Karno, menjaga Bung Hatta, menjaga Bung Syahrir. Kami sekarang mayat. Berilah kami arti."

Chairil Anwar - Karawang Bekasi