Emmetropia Coffee : Sebuah Perjalanan
Halo, Philosophers! Apa kabar? Saya harap kalian sedang dalam kondisi baik dan paripurna.
Saya benar-benar minta maaf karena harus menelantarkan blog ini selama 4 bulan lebih! Ada begitu banyak project kuliah individu maupun kelompok yang harus saya kerjakan sehingga saya tidak sempat untuk memperbarui tulisan disini.
Akhirnya, pada kesempatan ini, saya punya waktu untuk berbagi satu cerita tentang perjalanan saya di sebuah tempat yang kini telah menjadi rumah saya yang lain selain universitas.
Nama tempat itu Emmetropia Coffee.
Tempat itu pertama kali saya temukan pada 2018. Kala itu, saya sedang berjalan keliling di sekitar Serpong dan secara tidak sengaja menemukannya. Namun, sebab isi dompet yang sudah tipis, saya memutuskan untuk berjalan melaluinya saja.
3 bulan kemudian, saya bersama seseorang lalu memutuskan untuk mampir mencoba kopi di sana (Sebab saya seorang pecinta kopi). Kami masuk dengan membuka sebuah pintu kayu dengan lapisan kaca di tengahnya. Setibanya di depan kasir, seorang laki-laki muda dengan rambut sedikit gondrong dan jambul yang bergelombang dan mengembang bak kembang kol menyambut kami dengan sapaan yang begitu ramah dan hangat. Senyumnya merekah lebar. Saya lalu balik menyapanya dan mulai melihat-lihat menu.
Saya punya satu kebiasaan ketika datang ke coffee shop yang baru saya kunjungi : Saya akan selalu bertanya apa biji kopi yang digunakan, entah itu untuk espresso atau manual brew. Pertanyaan yang sama juga saya lemparkan kepada laki-laki itu, dan ia menjelaskan semuanya dengan detail. Saya pun menjatuhkan pilihan pada manual brew Simalungun (Kalau tidak salah ingat).
Coffee shop tersebut begitu sederhana. Mengusung industrial style dengan penggunaan elemen besi & kayu yang dominan serta pencahayaan kuning keemasan, tempat itu menawarkan kesan hangat, sederhana dan syahdu. Di dekat meja kasir, beberapa karung berisi kopi duduk manis. Sebuah mesin espresso dan dua grinder terlihat gagah dan siap siaga. Sebuah dinding di belakang bar dipasangi 2 buah rak panjang yang berisi beberapa dekorasi pribadi.
Saya mengamati laki-laki tersebut. Gerakannya sangat agile dan begitu sigap dalam menggiling dan membuat kopi. Matanya sangat fokus pada setiap tetes air yang dituangkan ke kopi. Segera setelah kopi pesanan saya selesai dibuat, ia mengantarkannya dengan sapaan yang, lagi-lagi, ramah dan hangat.
1 jam berlalu, saya memutuskan untuk bayar dan berbincang sedikit dengan laki-laki itu. Saya bertanya perihal namanya, dan ia menjawab “Saya Daniel” dengan nada dan intonasi yang halus.
Sejak menikmati kopi di sana, Emmetropia menjadi tempat yang selalu saya kunjungi di hampir tiap minggu.
————————
Di suatu hari di bulan Februari 2019, 9 bulan setelah saya menjadi langganan Emmetropia, saya mendapat pesan di sebuah aplikasi pesan instan. Kala itu, saya yang sedang mempersiapkan diri untuk bertarung di babak semi-final kompetisi Spelling Bee di Asian English Olympics 2019, terkejut. Saya mendapat tawaran untuk bekerja paruh waktu di Emmetropia Coffee. Tentu saya bahagia sekaligus kaget bukan kepalang. Saya boleh bahagia, tapi tetap harus menjaga fokus saya untuk berlomba. Saya pun menyetujui tawaran tersebut.
Sehari setelah saya menerima medali emas sebagai juara 1 Spelling Bee di Asian English Olympics, saya pun menjalani wawancara santai dengan Mas Daniel.
Sebulan setelah wawancara itu, saya pun akhirnya resmi menjadi seoang part-time barista di Emmetropia Coffee setelah menandatangani surat kontrak kerja. Saya pun menerima modul SOP kerja sebagai panduan dan aturan saya dalam bekerja dan beretika sebagai seorang karyawan paruh waktu.
Sejak itu, kehidupan saya berubah cukup drastis.
Saya mulai belajar banyak tentang kopi : belajar membuat espresso dan minuman yang berkaitan, belajar manual brew, membuat teh dan minuman non-coffee, memanaskan pastry, membersihkan mesin, melayani pelanggan dengan ramah dan hangat, menggunakan mesin kasir, mengepel lantai, menyapu lantai, dan cuci cangkir, botol, hingga piring. Hal-hal ini saya lalui dengan proses trial & error serta teguran dan saran Mas Daniel demi meningkatnya performa saya. Hal tersebut secara tidak langsung melecut saya untuk tetap mempertahankan determinasi saya dalam bekerja.
Sembari bekerja dan beradaptasi, saya pun jadi mengenal lebih jauh Mas Daniel selaku atasan saya. Pada awalnya, saya melihat Mas Daniel hanyalah sebagai seorang barista yang ramah, hangat, berkepribadian alim dan tenang, cukup kutu buku, dan memiliki pemikiran yang luas dan kadang cukup filosofis. Setelah mengenalnya lebih jauh, ternyata kelakuan, pemikiran, dan bahkan humornya lebih random. Meski begitu, ia adalah atasan yang sangat toleran terhadap kesalahan dan mampu menjadi coffee guru yang baik dan teman diskusi yang menyenangkan buat saya.
Saya pun mulai berkenalan dengan para pelanggan setia. Emmetropia punya banyak pelanggan setia yang kelakuan dan pemikirannya tidak kalahberantakan random dengan Mas Daniel. Ada pelanggan yang selalu datang hampir tiap malam dan ngobrol tentang banyak hal, ada pelanggan yang merupakan seorang dosen dengan selera humor yang receh namun menyenangkan, ada pelanggan yang tinggal di ruko sebelah dan suka merokok menggunakan cerutu pipa a la Sherlock Holmes dan masih banyak lagi yang lebih random.
Di tempat ini pula, seringkali terjadi diskusi antara saya, Mas Daniel, dan para pelanggan setia ketika malam hari menjelang. Banyak hal yang dibicarakan, mulai dari isu isu sensitif seperti politik dan agama, hingga ke topik seperti filsafat, bisnis, sains dan percintaan. Kami membicarakan itu semua dengan kebebasan penuh, tanpa batasan, dengan bahasa yang kadangkala sarkastis, tajam, namun kocak. Namun, tidak ada ketersinggungan atau emosi dalam diri kami. Itulah yang membuat saya betah dan merasa bahwa Emmetropia ini adalah komunitas kecil yang begitu menyenangkan (Di samping kopinya yang merupakan favorit saya). Di dunia dimana orang-orang mudah tersinggung atas komentar dan pendapat orang lain, Emmetropia menunjukkan kepada saya bagaimana diskusi dan interaksi harus dilakukan dengan kepala dan bukan hati.
Ada banyak perubahan pula selama saya menjadi part-time barista di sini. Teman-teman dekat dan orang tua saya jadi lebih sering datang ke Emmetropia untuk mengobrol atau curhat. Bahkan, ada yang hampir setiap hari datang dengan pesanan yang selalu berbeda. Selain itu, saya mendapatkan begitu banyak insight mengenai dunia perkopian, entah itu secara teori maupun praktik. Pergaulan saya menjadi lebih luas akibat berteman dengan para pelanggan setia Emmetropia yang datang dari berbagai latar belakang.
Sekarang, sudah genap empat bulan saya bekerja sebagai part-time barista di Emmetropia Coffee. Kalian mungkin akan bertanya, “apa tidak bosan kerja disana?” Jawaban saya adalah pasti ada titik dimana saya akan bosan bekerja di sana. Namun, selalu ada alasan bagi saya untuk tetap bisa menikmati bekerja di sana. Entah itu kopinya, komunitasnya yang begitu berkembang, budaya diskusinya, ataupun atmosfer tempatnya. Saya berharap kepada semesta agar saya bisa meneruskan masa bakti saya di Emmetropia hingga waktu yang cukup lama.
Long live Emmetropia!
Saya benar-benar minta maaf karena harus menelantarkan blog ini selama 4 bulan lebih! Ada begitu banyak project kuliah individu maupun kelompok yang harus saya kerjakan sehingga saya tidak sempat untuk memperbarui tulisan disini.
Akhirnya, pada kesempatan ini, saya punya waktu untuk berbagi satu cerita tentang perjalanan saya di sebuah tempat yang kini telah menjadi rumah saya yang lain selain universitas.
Nama tempat itu Emmetropia Coffee.
Tempat itu pertama kali saya temukan pada 2018. Kala itu, saya sedang berjalan keliling di sekitar Serpong dan secara tidak sengaja menemukannya. Namun, sebab isi dompet yang sudah tipis, saya memutuskan untuk berjalan melaluinya saja.
3 bulan kemudian, saya bersama seseorang lalu memutuskan untuk mampir mencoba kopi di sana (Sebab saya seorang pecinta kopi). Kami masuk dengan membuka sebuah pintu kayu dengan lapisan kaca di tengahnya. Setibanya di depan kasir, seorang laki-laki muda dengan rambut sedikit gondrong dan jambul yang bergelombang dan mengembang bak kembang kol menyambut kami dengan sapaan yang begitu ramah dan hangat. Senyumnya merekah lebar. Saya lalu balik menyapanya dan mulai melihat-lihat menu.
Saya punya satu kebiasaan ketika datang ke coffee shop yang baru saya kunjungi : Saya akan selalu bertanya apa biji kopi yang digunakan, entah itu untuk espresso atau manual brew. Pertanyaan yang sama juga saya lemparkan kepada laki-laki itu, dan ia menjelaskan semuanya dengan detail. Saya pun menjatuhkan pilihan pada manual brew Simalungun (Kalau tidak salah ingat).
Coffee shop tersebut begitu sederhana. Mengusung industrial style dengan penggunaan elemen besi & kayu yang dominan serta pencahayaan kuning keemasan, tempat itu menawarkan kesan hangat, sederhana dan syahdu. Di dekat meja kasir, beberapa karung berisi kopi duduk manis. Sebuah mesin espresso dan dua grinder terlihat gagah dan siap siaga. Sebuah dinding di belakang bar dipasangi 2 buah rak panjang yang berisi beberapa dekorasi pribadi.
Saya mengamati laki-laki tersebut. Gerakannya sangat agile dan begitu sigap dalam menggiling dan membuat kopi. Matanya sangat fokus pada setiap tetes air yang dituangkan ke kopi. Segera setelah kopi pesanan saya selesai dibuat, ia mengantarkannya dengan sapaan yang, lagi-lagi, ramah dan hangat.
1 jam berlalu, saya memutuskan untuk bayar dan berbincang sedikit dengan laki-laki itu. Saya bertanya perihal namanya, dan ia menjawab “Saya Daniel” dengan nada dan intonasi yang halus.
Sejak menikmati kopi di sana, Emmetropia menjadi tempat yang selalu saya kunjungi di hampir tiap minggu.
————————
Di suatu hari di bulan Februari 2019, 9 bulan setelah saya menjadi langganan Emmetropia, saya mendapat pesan di sebuah aplikasi pesan instan. Kala itu, saya yang sedang mempersiapkan diri untuk bertarung di babak semi-final kompetisi Spelling Bee di Asian English Olympics 2019, terkejut. Saya mendapat tawaran untuk bekerja paruh waktu di Emmetropia Coffee. Tentu saya bahagia sekaligus kaget bukan kepalang. Saya boleh bahagia, tapi tetap harus menjaga fokus saya untuk berlomba. Saya pun menyetujui tawaran tersebut.
Sehari setelah saya menerima medali emas sebagai juara 1 Spelling Bee di Asian English Olympics, saya pun menjalani wawancara santai dengan Mas Daniel.
Sebulan setelah wawancara itu, saya pun akhirnya resmi menjadi seoang part-time barista di Emmetropia Coffee setelah menandatangani surat kontrak kerja. Saya pun menerima modul SOP kerja sebagai panduan dan aturan saya dalam bekerja dan beretika sebagai seorang karyawan paruh waktu.
Sejak itu, kehidupan saya berubah cukup drastis.
Saya mulai belajar banyak tentang kopi : belajar membuat espresso dan minuman yang berkaitan, belajar manual brew, membuat teh dan minuman non-coffee, memanaskan pastry, membersihkan mesin, melayani pelanggan dengan ramah dan hangat, menggunakan mesin kasir, mengepel lantai, menyapu lantai, dan cuci cangkir, botol, hingga piring. Hal-hal ini saya lalui dengan proses trial & error serta teguran dan saran Mas Daniel demi meningkatnya performa saya. Hal tersebut secara tidak langsung melecut saya untuk tetap mempertahankan determinasi saya dalam bekerja.
Sembari bekerja dan beradaptasi, saya pun jadi mengenal lebih jauh Mas Daniel selaku atasan saya. Pada awalnya, saya melihat Mas Daniel hanyalah sebagai seorang barista yang ramah, hangat, berkepribadian alim dan tenang, cukup kutu buku, dan memiliki pemikiran yang luas dan kadang cukup filosofis. Setelah mengenalnya lebih jauh, ternyata kelakuan, pemikiran, dan bahkan humornya lebih random. Meski begitu, ia adalah atasan yang sangat toleran terhadap kesalahan dan mampu menjadi coffee guru yang baik dan teman diskusi yang menyenangkan buat saya.
Saya pun mulai berkenalan dengan para pelanggan setia. Emmetropia punya banyak pelanggan setia yang kelakuan dan pemikirannya tidak kalah
Di tempat ini pula, seringkali terjadi diskusi antara saya, Mas Daniel, dan para pelanggan setia ketika malam hari menjelang. Banyak hal yang dibicarakan, mulai dari isu isu sensitif seperti politik dan agama, hingga ke topik seperti filsafat, bisnis, sains dan percintaan. Kami membicarakan itu semua dengan kebebasan penuh, tanpa batasan, dengan bahasa yang kadangkala sarkastis, tajam, namun kocak. Namun, tidak ada ketersinggungan atau emosi dalam diri kami. Itulah yang membuat saya betah dan merasa bahwa Emmetropia ini adalah komunitas kecil yang begitu menyenangkan (Di samping kopinya yang merupakan favorit saya). Di dunia dimana orang-orang mudah tersinggung atas komentar dan pendapat orang lain, Emmetropia menunjukkan kepada saya bagaimana diskusi dan interaksi harus dilakukan dengan kepala dan bukan hati.
Ada banyak perubahan pula selama saya menjadi part-time barista di sini. Teman-teman dekat dan orang tua saya jadi lebih sering datang ke Emmetropia untuk mengobrol atau curhat. Bahkan, ada yang hampir setiap hari datang dengan pesanan yang selalu berbeda. Selain itu, saya mendapatkan begitu banyak insight mengenai dunia perkopian, entah itu secara teori maupun praktik. Pergaulan saya menjadi lebih luas akibat berteman dengan para pelanggan setia Emmetropia yang datang dari berbagai latar belakang.
Sekarang, sudah genap empat bulan saya bekerja sebagai part-time barista di Emmetropia Coffee. Kalian mungkin akan bertanya, “apa tidak bosan kerja disana?” Jawaban saya adalah pasti ada titik dimana saya akan bosan bekerja di sana. Namun, selalu ada alasan bagi saya untuk tetap bisa menikmati bekerja di sana. Entah itu kopinya, komunitasnya yang begitu berkembang, budaya diskusinya, ataupun atmosfer tempatnya. Saya berharap kepada semesta agar saya bisa meneruskan masa bakti saya di Emmetropia hingga waktu yang cukup lama.
Long live Emmetropia!
Comments
Post a Comment