Penemuan Diri di Muntilan (Last Day) : Kembali ke Kota..
Saya terbangun di kamar dengan jam menunjukkan pukul setengah 7 pagi dan matahari pagi itu sangat terang. Saya keluar dan kemudian melihat sekeliling dan masih sepi juga. Saya dan Ronny memutuskan untuk jalan-jalan menikmati hari terakhir kami di Muntilan. Beberapa teman saya mulai menghampiri rumah saya dan mengobrol sebentar di depan rumah. Pak Widiyanto bilang ke saya dan Ronny untuk tetap di rumah saja dan tidak usah membantu beliau ke ladang karena katanya kami harus beres-beres untuk pulang.
Di depan rumah, saya mengobrol apa saja, dari universitas pilihan, beasiswa, sampai teman-teman di kelas. Ngobrol ngalor ngidul itu berlangsung hingga jam 9. Kami dan yang lain memutuskan makan dan mandi serta packing baju dan barang-barang. Saya benar-benar menghayati mandi ketika itu karena mungkin itu adalah mandi terakhir kami sebelum pulang ke kota. Saya masih ingin menikmati air dingin khas pegunungan meski kamar mandinya cukup sederhana.
Makan dan mandi selesai, saya dan Ronny segera mengecek dan mengatur barang-barang di tas. Saya bersantai kembali di depan rumah dan menikmati Muntilan dan Desa Dadapan sepuas-puasnya sambil menunggu jam menunjuk pukul 1, karena kami berangkat pulang pada pukul 1 siang.
Menjelang pukul 1 siang, Pak Sugeng, guru sejarah kami mendatangi rumah kami dan meminta kami untuk segera bersiap-siap untuk kumpul di rumah Pak Sabar. Akhirnya, kami pamit dengan Pak Widiyanto dan berfoto bersama. Saya dan Pak Sugeng memanggil teman-teman yang lain untuk kumpul di rumah Pak Sabar. Disana, kami foto sepuas-puasnya dengan pak Sabar dan anaknya. Sedang asik foto-foto, mobil pick-up yang menjemput kami datang. Kami segera muatkan tas-tas kami ke dalam mobil dan naik. Baru saja kami naik, mobil pick-up dari desa Semen yang berisi teman-teman yang lain muncul di belakang. Mobil pun bergerak meninggalkan Dadapan diiringi lambaian tangan kami yang bersahutan dengan lambaian tangan warga-warga yang berkumpul di rumah Pak Sabar. That's one unforgettable moments..
Sepanjang perjalanan menuju bus, kami seolah berpamitan dengan persawahan dan rerumputan, perkebunan, udara sejuk, dan gunung Merapi. Ditemani tawa dan nyanyian absurd, kami sesungguhnya mengajukan keberatan meninggalkan tempat ini. Di sepanjang jalan, kami juga menemukan beberapa warga yang sedang bekerja di ladang mereka. Kami melambaikan tangan kami dan menyapa mereka sebelum kami pulang.
Kami tiba di sebuah pasar, entah pasar apa saya sendiri lupa. Disana, terparkir rapi 5 bus. Saya sendiri naik ke bus 5. Saya duduk dengan orang yang sama seperti ketika perjalanan pergi ke sini. Dan bus ini terasa lebih nyaman dan sedikit lebih baik daripada bus sebelumnya.
Bus kemudian berangkat setelah semua anak diabsen. Sembari makan bekal yang telah disiapkan panitia, kami diputarkan lagu-lagu barat yang semuanya nggak enak. Akhirnya, lagu diganti menjadi film bajaj. Setidaknya, film ini bisa bikin kami terhibur sedikit.
Perjalanan kami diisi oleh pemandangan pegunungan, dataran tinggi, dan suasana Jawa yang masih alami. Saya sendiri mengobrol dengan salah satu teman saya yang memang punya pemikiran sama seperti saya.
Perjalanan mulai memasuki kota, namun tetapi kental dengan suasana alamnya. Saya bahkan sempat melihat sebuah candi berdiri di tengah kota. Nah, ketika kejenuhan kami semua mulai mencapai titik puncaknya, muncul lagu dari 1D yang setidaknya memompa energi kami untuk nyanyi. Mulai dari situ hingga kami tiba di salah satu toko souvenir, lagu-lagu 1D, OneRepublic, Coldplay, Justin Bieber, Ariana Grande, dan penyanyi lain terus diputar secara marathon.
Sesampainya di toko oleh-oleh saya makan mie instan cup sebentar dan membeli oleh-oleh untuk keluarga saya. Saya bersantai sebentar dan ngobrol dengan teman-teman yang lain, sekalian mencomot makanan teman yang lain.
Bus mulai berangkat lagi sekitar pukul 8 malam. Kami diputarkan film komedi Indonesia yang saya rasa garing dan nggak terlalu lucu. Apa yang terjadi setelah ini, saya tidur dan bangun dan tidur dan bangun dan tidur lagi.
Jam 12.30, kami tiba di salah satu rest area di Cipali dan kami harus menunggu 2 orang teman saya yang juga teman sedesa, kembali ke bus. Dan ternyata, mereka baru makan soto. Dengan kembalinya mereka, kami pun melanjutkan perjalanan pulang.
Kami tidur dan terbangun di Kebon Jeruk. Kami tidak bisa tidur lagi dan mulai mengobrol sedikit. Bus perlahan mulai memasuki Tangerang. Kami segera bersiap untuk turun. Dan ketika bus mulai masuk lapangan sekolah kami, kami merasakan suasana yang berbeda. Kami merindukan Muntilan.
Teman-teman saya sudah dijemput orang tuanya masing-masing, tapi masih ada yang belum dijemput dan masih di sekolah. Saya sendiri menelepon mama saya untuk menjemput. Tidak ada HP, saya tidur-tiduran di atas tas saya. "Ming, mama lu dateng!" Kata teman saya memberitahu. Saya pun ngacir dan segera memeluk mama saya yang tentu saja sudah rindu setengah mati (Mama saya itu orangnya nggak bisa saya tinggal meskipun cuma sehari.)
Saya pun pulang dan kembali ke kota yang membosankan ini..
Kehidupan di Jawa membuka mata saya bahwa dunia luar adalah dunia yang patut kita jelajahi. Well, new things, new views, new people. Kita bertemu dan mengarungi tempat-tempat yang masih baru yang tidak pernah kita temukan di zona jenuh rutinitas kita. Karena semuanya serba baru, maka kita dapat merangkumnya menjadi 1 kalimat : An all new life experience.
Bersyukur. Kehidupan yang sederhana seperti meminta kita bahwa bersyukur bukan dari hal-hal besar, tetapi dari bagaimana kesederhanaan tetap mampu memenuhi kehidupan kita dan setidaknya kita masih bisa hidup meski hidup sederhana dan kekurangan.
Muntilan seolah mengatakan kepada saya bahwa saya dan orang lain hanyalah debu, pasir, dan bahkan atom di mata semesta. Kita ciptaan-Nya yang paling mulia, tapi kemuliaan itu jangan sampai membuat kita meninggikan diri, karena kita diciptakan di tengah semesta. Kita bisa melakukan banyak hal, bisa menciptakan dan mengatur banyak hal, tapi jangan pernah lupakan bahwa kita dididik oleh semesta yang diciptakan oleh-Nya.
Sekian petualangan saya. Tapi, petualangan saya di Prau masih belum selesai,
Di depan rumah, saya mengobrol apa saja, dari universitas pilihan, beasiswa, sampai teman-teman di kelas. Ngobrol ngalor ngidul itu berlangsung hingga jam 9. Kami dan yang lain memutuskan makan dan mandi serta packing baju dan barang-barang. Saya benar-benar menghayati mandi ketika itu karena mungkin itu adalah mandi terakhir kami sebelum pulang ke kota. Saya masih ingin menikmati air dingin khas pegunungan meski kamar mandinya cukup sederhana.
Makan dan mandi selesai, saya dan Ronny segera mengecek dan mengatur barang-barang di tas. Saya bersantai kembali di depan rumah dan menikmati Muntilan dan Desa Dadapan sepuas-puasnya sambil menunggu jam menunjuk pukul 1, karena kami berangkat pulang pada pukul 1 siang.
We are DabDabAn! |
Sepanjang perjalanan menuju bus, kami seolah berpamitan dengan persawahan dan rerumputan, perkebunan, udara sejuk, dan gunung Merapi. Ditemani tawa dan nyanyian absurd, kami sesungguhnya mengajukan keberatan meninggalkan tempat ini. Di sepanjang jalan, kami juga menemukan beberapa warga yang sedang bekerja di ladang mereka. Kami melambaikan tangan kami dan menyapa mereka sebelum kami pulang.
Kami tiba di sebuah pasar, entah pasar apa saya sendiri lupa. Disana, terparkir rapi 5 bus. Saya sendiri naik ke bus 5. Saya duduk dengan orang yang sama seperti ketika perjalanan pergi ke sini. Dan bus ini terasa lebih nyaman dan sedikit lebih baik daripada bus sebelumnya.
Bus kemudian berangkat setelah semua anak diabsen. Sembari makan bekal yang telah disiapkan panitia, kami diputarkan lagu-lagu barat yang semuanya nggak enak. Akhirnya, lagu diganti menjadi film bajaj. Setidaknya, film ini bisa bikin kami terhibur sedikit.
Perjalanan kami diisi oleh pemandangan pegunungan, dataran tinggi, dan suasana Jawa yang masih alami. Saya sendiri mengobrol dengan salah satu teman saya yang memang punya pemikiran sama seperti saya.
Perjalanan mulai memasuki kota, namun tetapi kental dengan suasana alamnya. Saya bahkan sempat melihat sebuah candi berdiri di tengah kota. Nah, ketika kejenuhan kami semua mulai mencapai titik puncaknya, muncul lagu dari 1D yang setidaknya memompa energi kami untuk nyanyi. Mulai dari situ hingga kami tiba di salah satu toko souvenir, lagu-lagu 1D, OneRepublic, Coldplay, Justin Bieber, Ariana Grande, dan penyanyi lain terus diputar secara marathon.
Sesampainya di toko oleh-oleh saya makan mie instan cup sebentar dan membeli oleh-oleh untuk keluarga saya. Saya bersantai sebentar dan ngobrol dengan teman-teman yang lain, sekalian mencomot makanan teman yang lain.
Bus mulai berangkat lagi sekitar pukul 8 malam. Kami diputarkan film komedi Indonesia yang saya rasa garing dan nggak terlalu lucu. Apa yang terjadi setelah ini, saya tidur dan bangun dan tidur dan bangun dan tidur lagi.
Jam 12.30, kami tiba di salah satu rest area di Cipali dan kami harus menunggu 2 orang teman saya yang juga teman sedesa, kembali ke bus. Dan ternyata, mereka baru makan soto. Dengan kembalinya mereka, kami pun melanjutkan perjalanan pulang.
Kami tidur dan terbangun di Kebon Jeruk. Kami tidak bisa tidur lagi dan mulai mengobrol sedikit. Bus perlahan mulai memasuki Tangerang. Kami segera bersiap untuk turun. Dan ketika bus mulai masuk lapangan sekolah kami, kami merasakan suasana yang berbeda. Kami merindukan Muntilan.
Teman-teman saya sudah dijemput orang tuanya masing-masing, tapi masih ada yang belum dijemput dan masih di sekolah. Saya sendiri menelepon mama saya untuk menjemput. Tidak ada HP, saya tidur-tiduran di atas tas saya. "Ming, mama lu dateng!" Kata teman saya memberitahu. Saya pun ngacir dan segera memeluk mama saya yang tentu saja sudah rindu setengah mati (Mama saya itu orangnya nggak bisa saya tinggal meskipun cuma sehari.)
Saya pun pulang dan kembali ke kota yang membosankan ini..
Kehidupan di Jawa membuka mata saya bahwa dunia luar adalah dunia yang patut kita jelajahi. Well, new things, new views, new people. Kita bertemu dan mengarungi tempat-tempat yang masih baru yang tidak pernah kita temukan di zona jenuh rutinitas kita. Karena semuanya serba baru, maka kita dapat merangkumnya menjadi 1 kalimat : An all new life experience.
Bersyukur. Kehidupan yang sederhana seperti meminta kita bahwa bersyukur bukan dari hal-hal besar, tetapi dari bagaimana kesederhanaan tetap mampu memenuhi kehidupan kita dan setidaknya kita masih bisa hidup meski hidup sederhana dan kekurangan.
Muntilan seolah mengatakan kepada saya bahwa saya dan orang lain hanyalah debu, pasir, dan bahkan atom di mata semesta. Kita ciptaan-Nya yang paling mulia, tapi kemuliaan itu jangan sampai membuat kita meninggikan diri, karena kita diciptakan di tengah semesta. Kita bisa melakukan banyak hal, bisa menciptakan dan mengatur banyak hal, tapi jangan pernah lupakan bahwa kita dididik oleh semesta yang diciptakan oleh-Nya.
Sekian petualangan saya. Tapi, petualangan saya di Prau masih belum selesai,
"Fill your life with adventures, not things. Have stories to tell, not stuff to show."
Anonymous
Comments
Post a Comment